Cerita Malam – Saya kembali, Anis, akan menceritakan kisah tentang sepasang suami istri yang baru saja menikah dan memutuskan untuk tinggal di daerah pegunungan yang jauh dari pusat kota dengan harapan menghindari bahaya lalu lintas, kesalahpahaman yang salah tentang orang lain. Selain itu, ia melindungi istrinya dari gangguan dari pria yang menyukainya karena istrinya sangat cantik sehingga menjadi rebutan di kampung asalnya.
Mereka berdua hidup dalam kesendirian. Namun, ia tidak mengalami kesulitan mendapatkan makanan karena ia secara teratur pergi ke sungai untuk menangkap ikan sebagai lauknya. Beberapa bulan kemudian, sang istri mulai mengidam, dan seperti wanita lain yang mengidam, dia membutuhkan makanan tertentu yang sesuai dengan selera dan keinginan dia.
Suatu hari, sang istri tampak tidak enak badan dan selalu emosi karena pengaruh janinnya.
“Mas, boleh ngga minta tolong sama kamu?” tanya sang istri dengan lembut. “Aku ingin makan kepiting, Mas. Boleh ngga Mas carikan aku?” tanya sang suami dengan lembut. “Wah, wah, wah, bagaimana mungkin kita bisa mendapatkan kepiting di puncak gunung seperti ini?” kata sang suami. “Tolong cari donk.” Coba. Mas pasti akan menemukannya. Wanita itu mendesak, “Kalau aku nggak masalah, tapi yang ini nih,” sambil menunjuk janin yang sedang dalam perutnya.
Akhirnya, setelah lama dipaksa, sang suami meninggalkan rumah untuk mencari kepiting. Dia berjalan mengelilingi hutan dan naik turun dari berbagai gunung, bahkan menelusuri beberapa sungai kecil di tengahnya. Ketika ia menemukan air sungainya agak deras, ia turun dan mencoba mencari lubang di pinggirnya.
Dia menemukan lubang yang agak besar dan dalam dan memasukkan tangannya ke dalamnya. Bahkan mencoba mengeluarkan air dan lumpurnya sampai lubang itu cukup dalam dan besar sehingga seluruh tubuhnya dapat masuk. Karena rasa penasarannya dan keyakinannya yang kuat bahwa dalam lubang itu ada kepitingnya, seluruh tubuhnya penuh dengan lumpur dan keringat.
Cerita Dewasa: Dia hanya berfokus pada isi lubang itu, bermandikan keringat dan lumpur, lalu membuka seluruh pakaiannya yang basah dan kotor. Kemudian ia mendengar suara kaki yang berjalan di air. Kedengarannya semakin dekat dan dia bahkan mendengar suara orang berbicara. Ini membuatnya takut karena selama tinggal di daerah itu, dia hanya bertemu dengan istrinya. Menurutnya, “Jangan-jangan orang itu adalah penjahat atau orang hutan.” Ia kemudian masuk secara bersamaan ke dalam lubang itu, bersembunyi tanpa pakaian sedikit pun. Ia menungging dengan pantat menuju pintu lubang dan melihat melalui selangkangannya bahwa ada empat betis berdiri kurang lebih 30 cm dari pantatnya.
Ia sangat ketakutan sehingga kencingnya menetes keluar melalui kontolnya yang lemas.
“Wah, ini ada buah-buahan langka dan kelihatan indah sekali,” kata sang suami ketika dia mendengar suara dari orang yang kakinya terlihat. Bahkan orang itu sempat meraba dan menarik-narik kontol suaminya yang dia anggap buah-buahan, membuat sang suami menjadi lebih ketakutan dan mengeluarkan air kencing yang lebih banyak. Ia tidak mau bergerak karena takut diidentifikasi sebagai manusia.
“Buah apa itu teman?” tanya salah seorang yang berdiri sambil menarik-narik buah yang tergantung.
Kedua orang hutan yang berdiri itu tiba-tiba mencium bau kentut dari pantat sang suami. Kemudian temannya menanggapi.
“Mungkin inilah yang dinamakan buah busuk-busuk,” katanya, lalu keduanya setuju untuk meninggalkan tempat itu dan berjanji untuk memetik buah busuk-busuk itu setelah mereka kembali dari menebang kayu di hutan.
Setelah kedua orang hutan itu pergi, sang suami yang masuk ke lubang itu segera keluar dan pulang ke rumahnya dengan cepat sambil menjinjing pakaiannya. Saat suaminya tiba di rumah, sang istri kaget melihat dia berlari terengah-engah tanpa pakaian.
Begitu, Pak. Ada apa? Kenapa orang lari dengan ketakutan? Apa kepiting itu? Istri berulang kali bertanya kepada sang suami, tetapi dia lelah dan ketakutan sehingga tidak mampu menjawab.
“Maaf, dinda, aku tidak berhasil menangkap kepitingnya,” jawab sang suami dengan nafas terengah-engah. “Kenapa, Mas?” tanya wanita itu. “Anu.. Anu dinda,” jawab sang istri. Lubangnya terlalu dalam sehingga sulit ditangkap. “Besok saja yah,” rayu sang suami pada istrinya. “Masa hanya kepiting yang bisa ditangkap?” Jika demikian, kami hanya akan berganti-ganti. “Mas, jaga rumah, dan saya akan menangkap kepitingnya,” kata sang istri dengan semangat.
Setelah mendapat petunjuk dari sang suami tentang tempatnya, sang istri berangkat ke sungai menjelang sore hari. Meskipun sang suami tidak mengizinkan istrinya pergi agar jangan sampai bertemu dengan kedua orang hutan tadi, istrinya akhirnya mengizinkannya dengan terpaksa dan was-was karena tidak mau bertengkar dan membuat marah.
Setelah sampai di sungai, sang istri turun dan akhirnya menemukan lubang di mana suaminya baru saja memasuki. Selain itu, karena ingin tahu dan yakin kalau kepitingnya ada dalam lubang itu, ia buru-buru melepaskan seluruh pakaiannya agar tidak kotor dan masuk ke lubang itu dengan posisi yang sama seperti yang dilakukan suaminya sebelumnya. Ia tiba-tiba mendengar suara orang sedang bicara dan kedengarannya berjalan menuju ke arahnya saat ia mulai memasukkan tangannya ke dalam lubang besar itu.
Wah, teman. Kita lebih unggul daripada orang lain. Buah buruk itu sudah hilang. Orang lain baru saja mengambilnya dengan pisau tajam. “Ini buktinya,” kata orang yang berdiri di dekat pantat istri dan meraba, mengelus, dan menusuk-nusuk lubang kemaluan istri karena mereka pikir itu adalah bekas potongan buah atau petikan.
Karena “buah” itu terasa basah, berlubang, dan halus seperti bekas potongan pisau tajam, kedua orang hutan itu yakin bahwa itu baru saja dipetik.
Istri berpikir, “Ayo teman, kita cari dan kejar si pemetik buah impian kita itu.” Dia berpikir, “Untung saja vaginaku halus, mulus, putih tanpa bulu sehelai pun, sehingga mereka tidak curiga kalau itu adalah daging montok wanita yang basah karena ketakutan mengeluarkan air kencing.” “Ia pasti belum jauh dari sini, karena bekas petikannya masih basah dan getahnya masih menetes.”
Mereka akhirnya sepakat untuk segera pergi dan mencari orang yang diduga telah mengambil buah buruk impian mereka itu.
“Baiklah, kami membagi target. Anda bergerak ke kiri dan saya bergerak ke kanan. Orang hutan lain berkata, “Ia pasti masih ada di sekitar sini karena bau buah-buahan itu masih sangat busuk,” sementara sang istri meninggalkan lubang kepiting itu.
Bau buruk itu pasti kentut, pikir sang istri. Setelah itu, sang istri terburu-buru keluar, berlari menjinjing pakaiannya, dan pergi meninggalkan lubang itu. Setelah kembali ke rumah, keadaannya hampir sama dengan suaminya yang mengalami situasi yang sama. Ia tidak bisa berbicara dan sulit baginya untuk menjelaskan kejadian sebelumnya. Mereka menyembunyikan satu sama lain tentang apa yang mereka alami di sungai, meskipun mereka saling curiga tentang kemungkinan kejadian yang sama terjadi.
Keesokan harinya, suami dan istrinya sepakat untuk pergi ke sungai untuk mencari kepiting lagi. Mereka berpikir bahwa orang-orang hutan yang mereka temui kemarin tidak akan lewat di sana lagi, karena impiannya sudah tidak ada lagi. Keduanya langsung menuju lubang di mana kepitingnya diduga berada.
Mas, coba lagi. Anda hanya boleh masuk, jadi saya akan menjaga di luar jika ada yang melihat kita. Ketika mereka tiba di dekat lubang, sang istri berkata, “Sebaiknya buka saja pakaiannya Mas biar tidak kotor.”
Setelah sang suami masuk dalam keadaan telanjang bulat seperti semula, sang istri menyaksikan kontol suaminya tergantung di selangkangannya sambil berpikir bahwa mungkin kontol suaminya inilah yang dikatakan oleh dua orang hutan kemarin sebagai buah busuk-busuk, sehingga setelah melihat kontolnya, dia mengira itu adalah buah yang dipetik.
“Bagaimana, Pak? “Belum dinda, tapi sudah hampir kutemukan,” jawab sang istri sambil membungkuk untuk melihat kondisi suaminya dalam lubang, “Sudah dapat kepitingnya?” Poker Online “Sabarlah sebentar dinda”, canda sang istri sambil memegang dan menarik-narik objek yang tergantung di selangkangan suaminya sambil tertawa terbahak-bahak.
Sepertinya sang istri tidak mau melepaskan “kepiting” yang dia tangkap. Sebaliknya, dia terus memainkannya, mengelus dan mengocoknya, hingga dia membengkak dan membuat pinggul suaminya bergerak.
Jangan ganggu aku dulu, dinda. Sang suami bercanda, “Kepitingku tidak sulit ditangkap karena akan datang sendiri ke rumah, bahkan sebentar di rumah pasti kuserahkan untuk kamu makan sepuasnya.”
Sang suami memutuskan keluar dulu karena sudah tidak tahan lagi dipermainkan kontolnya sementara sang istri tidak mau berhenti, malah tampaknya menginginkannya.
Sambil keluar dari lubang itu dan digantikan oleh istrinya, sang suami berkata, “Kalau gitu kita cari kepitingnya dinda. Aku kecapean.”
“Kamu yang jaga di luar, Mas. Bilang kalau ada orang lain yang melihat kita, tapi jangan macam-macam,” kata sang istri.
Setelah meletakkan istrinya di tempat yang sama, sang suami tiba-tiba meraba-raba pantatnya, turun ke selangkangan dan terus ke kemaluan istrinya, memainkannya dengan cara yang sama seperti sebelumnya.
Wah, ini “kepiting” betinanya sudah dihukum. Sangat indah dan pasti enak dimakan. “Boleh aku makan dinda?” tanya sang suami sambil mengelus dan menusuk-nusuk lubang kemaluan istrinya.
Tampak bahwa sang istri menikmati memainkan pinggulnya di dalam lubang, dan sang suami, yang sudah terangsang dari dalam, tidak mau berhenti memainkan, bahkan mencium dan menjilatinya, mengatakan bahwa dia sedang memakan kepitingnya mentah.
Selamat siang, Mas. Di mana kepitingnya? “Adu donk “kepiting”nya dengan “kepiting”ku,” canda sang istri, tetapi dia terlihat serius karena dia benar-benar terangsang.
Lalu, sang suami dengan cepat mengarahkan mulut “kepiting”nya ke mulut istri dan mengadunya. Kedua buah langka itu saling bersentuhan di mulut lubang kepiting dengan perlahan. Mula-mula sulit untuk masuk karena “kepiting” sang istri agak masuk ke dalam. Namun, karena dia menyadari dan benar-benar membutuhkannya, pantatnya ditarik sedikit keluar dari lubang, sehingga sang suami dengan mudah memasukkan kepala “kepiting”nya ke dalam mulut “kepiting”nya. Karena berada di mulut lubang, suara pertarungan antara kedua “kepiting” langka itu sangat indah dan jelas terdengar. Itu juga sedikit basah karena campuran air khas “kepiting” dengan air sungai dan air lumpur.
“Akhh.. Uuhh.. Ikkhh.. Ookkhh.. Eennakk.” Sangat berharga kepitingnya, Pak. Sambil menggerakkan pinggulnya ke kiri dan ke kanan, si istri berteriak, “Terus.. Teruss. Ayo hantam terus Mass.” Dengan cara yang sama, suaminya mengerang.
Mungkin karena sang istri merasa lelah menungging, ia meminta sang suami untuk berhenti bergerak untuk sementara waktu, tetapi sang suami tidak mendengarkan. Akhirnya, sang istri menarik pantatnya lebih dalam sehingga “kepiting” sang suami dengan sendirinya keluar dari lubang, bahkan dengan perut sang suami menghantam mulut lubang. Namun, tidak lama kemudian, sang istri kembali menjulurkan pantatnya, telentang di dalam lubang, sehingga sang suami dapat memasukkan kembali “kepiting”nya ke dalamnya. Kemudian pertempuran dimulai lagi, diiringi dengan musik khas dari pertempuran kedua “kepiting”.
Suara “Decak.. Decukk.. Decikk.. Plagg.. Plugghh.. Pologg” memecah kesunyian sungai, disertai dengan suara nafas yang saling mengejar dari pasangan yang mengidam kepiting.
“Maass.. Mass, “kepiting”ku mau pipis,” kata sang istri ketika sang suami dengan cepat menghentakkan “kepiting”nya ke dalam mulut sang istri tanpa menghiraukan kata-kata sang istri. Sang suami terus mempercepat kocokannya dan meraba-raba dan meremas kedua benda kenyal di dada sang istri, meskipun tidak melihatnya karena letaknya agak dalam.
“Nnikkmatnnya kepitingnya yach” adalah kalimat yang sama yang diucapkan oleh pasangan saat “kepiting” mengeluarkan cairan hangat yang dianggap sebagai air pipis “kepiting”.
Mereka akhirnya tergeletak di tempat mereka masing-masing. Suami tergeletak di luar lubang, dan istri tergeletak di dalamnya. Setelah terdiam sejenak, istri keluar dan mencium bibir dan pipi suaminya yang masih tergeletak di pinggir sungai.
“Mas, mari kita bangun.” Kita harus pulang. Kami telah menangkap kepiting dan menikmatinya. Dengan suara sedikit berbisik di telinganya, sang istri membangunkan suaminya dan berkata, “Aku sudah puas sekali dan tidak bergairah lagi mencari kepiting beneran. Kita terlalu jauh mencari kepiting dinda, padahal kita masing-masing membawa kepiting.” Memakannya tanpa henti lebih nikmat. “Ayo dinda, kita akan makan kepiting ini lagi nanti di rumah,” kata sang suami sambil merapikan pakaiannya bersama sang istri. Keduanya tertawa terbahak sambil berpelukan dan berciuman sebelum kembali ke rumah.
Setibanya di rumah, mereka berulang kali mengadu tentang “kepiting”nya, kali ini dengan posisi yang memungkinkannya bergerak lebih bebas. Sejak saat itu, sang istri tidak pernah lagi meminta suaminya untuk mencari kepiting di sungai, dan keinginannya untuk benar-benar mencari kepiting telah hilang.