Cerita Dewasa – Saat Kemah di Puncak kurang lebih lima tahun yang lalu, pada 31 Desember 1995. Saat itu, kelompok kami yang terdiri dari empat pria dan dua wanita mendaki gunung. Di sana, kami berencana merayakan pergantian tahun baru. Kami segera mendirikan tenda di tempat yang strategis ketika sore tiba di tempat yang kami tuju hari sebelumnya.

Kami setuju bahwa setelah semuanya selesai, tiga pria harus mencari kayu bakar, dan sisanya harus tinggal di perkemahan. Sementara Fadli, Lia, dan Wulan tetap tinggal di tenda, Robby, Doni, dan aku memilih mencari kayu bakar. Setelah berjalan beberapa langkah, Wulan menghubungi kami dan meminta agar kami hanya menjadi anggota kelompok kami. Alasannya masuk akal: dia tidak senang dengan hubungan Fadli dan Lia, dan dia tidak ingin kehadiran kami di tenda mengganggu acara mereka. Karena Fadli dan Lia tidak keberatan ditinggal berdua, kami (Robby, Doni, aku, dan Wulan) segera melanjutkan perjalanan.

Ada beberapa informasi yang harus saya sampaikan kepada pembaca mengenai dua orang teman wanita kami. Lia sangat ramah, dewasa, pendiam, dan keibuan. Sifat ini bertentangan dengan Wulan. Wulan adalah anak bungsu dari empat kakaknya, dan ketiga kakaknya laki-laki, jadi dia sangat manja, meskipun terkadang tomboy. Namun, kami semua setuju bahwa Wulan luar biasa, bahkan lebih dari Lia.

Kami tiba di tempat yang dimaksud dalam waktu singkat dan mulai mengumpulkan ranting-ranting kering. Kami berbicara tentang aktivitas Fadli dan Lia di dalam tenda saat kami mengumpulkan ranting. Tidak diragukan lagi, pornografi adalah topik utama diskusi kami. Setelah kami menemukan semua yang kami cari, Robby menyarankan kami untuk mandi di sungai yang tidak jauh dari tempat kami. Wulan boleh ikut, tapi dia harus menunggu di atas tebing sementara kami bertiga mandi, kata Wulan. Akhirnya, kami sampai ke sungai yang dimaksud. Saya, Robby, dan Doni turun ke sungai untuk mandi di tempat itu. Kami diminta oleh Wulan untuk duduk di tebing dan tidak mengintip kami.

Saat kami berkubang di air dengan senang hati, kami tiba-tiba mendengar Wulan menjerit karena terjatuh dari tebing. Setelah beberapa saat menggelinding, tubuhnya akhirnya tercebur ke dalam air. Kami segera berlari mencoba menyelamatkan Wulan, hanya menanggalkan baju dan celana panjang saat mandi, tetapi kami tetap memakai celana dalam. Robby yang mahir berenang segera menjemput Wulan dan membawa dia ke tepi sungai. Kami berdua menunggu di atas. Tubuh Wulan basah kuyup sampai di tepi sungai. Saya melihat lengan Robby menyentuh buah dada Wulan secara tidak sengaja. Wulan memakai T-Shirt basah, jadi aku bisa melihat lekuk-lekuk tubuhnya yang sangat menggairahkan.

Wulan menangis sambil memegang lutut kanannya. Robby, yang sebelumnya terlibat dalam penyelamatan, dengan sigap membuka ikat pinggang Wulan dan mencopot celana jeans Wulan sampai lutut, sementara aku dan Doni tidak tahu apa yang harus kami lakukan. Wulan berteriak sambil memastikan celananya tidak terlepas. Aku benar-benar tidak tahu apa sebenarnya yang ingin Robby lakukan pada Wulan saat itu. Segalanya terjadi dengan cepat, jadi aku tidak memiliki tuduhan negatif terhadap Robby. Aku hanya menduga bahwa Robby akan melakukan pemeriksaan terhadap luka Wulan. Namun, celana dalam Wulan yang berenda dan berwarna off-white (putih kecoklatan) jelas terlihat ketika jeansnya dilepas sampai lutut. Kontan penis saya terbangun.

Robby mengatakan kepada kami dan Doni untuk memegang tangan Wulan. Kami merasa seperti sedang dihipnotis. “Rob, apa-apaan sih.., Lepas.., lepas! Atau saya teriak,” teriakan Wulan.

Doni dengan cepat menggunakan kedua telapak tangannya untuk membungkam mulut Wulan. Setelah berhasil mengambil celana jeans Wulan, Robby sekarang mencoba mengambil celana dalamnya. Sampai saat ini, aku benar-benar menyadari apa sebenarnya yang sedang terjadi. Aku tidak bisa melarang Robby dan Doni karena aku sudah merasa terlibat dan sangat terangsang melihat kemaluan Wulan yang lebat ditumbuhi rambut keriting hitam.

Wulan semakin meronta dan mencoba berteriak, tetapi dia gagal karena cengkeraman tanganku dan bungkaman Doni. Robby dengan cepat berlutut di antara paha Wulan. Robby mencoba memasukkan penisnya ke dalam vagina Wulan karena Wulan semakin meronta saat tangan kirinya menekan perutnya. Doni berinisiatif. Kemudian, dia duduk mengangkangi Wulan sambil tangannya terus membungkam mulut Wulan. Wulan berteriak dengan keras.

Menurut rumor, Robby berhasil memotong selaput dara Wulan menggunakan penisnya. Robby dengan cepat menggerakkan pinggulnya maju dan mundur. Wulan meronta-ronta selama beberapa menit sebelum akhirnya dia diam dengan pasrah. Yang dia lakukan hanyalah menangis.

Karena dia yakin Wulan tidak akan berteriak lagi, Doni melepaskan telapak tangannya dari mulut Wulan. Dia kemudian mencoba menarik T-Shirt Wulan. Di luar dugaan, Wulan tidak menentang kali ini, jadi kami dapat melepaskan T-Shirt dan BH-nya. Tubuh Wulan yang telanjang bulat sangat menggoda. Buah dadanya sangat montok, dan tubuhnya halus. Mungkin itu 36B.

Doni dengan cepat menjilat puting susu Wulan, sementara Robby semakin ganas mengoyak vagina Wulan, yang baru saja menjadi perawan. Setelah menjadi sangat terangsang, aku mulai memaksa mencium bibir Wulan. Bibirnya yang lembut dan lembut itu benar-benar menyenangkan. Dengan sangat bernafsu, aku melumat bibirnya. Saya tidak mengetahui perasaan Wulan. Saya hanya melihat matanya yang tanpa ekspresi menatap jauh ke langit yang menguning di atasnya, yang menandakan bahwa malam akan segera tiba. Setelah tangisnya agak mereda, aku masih mendengar tangisnya, yang tidak sekeras tadi. Dia mungkin sangat putus asa, terkejut, atau mungkin juga senang dengan perlakuan kasar kami.

Aku mendengar teriakan tertahan Robby tiba-tiba. Tubuhnya bergetar. Dia menyemprotkan spermanya ke dalam vagina Wulan dalam jumlah besar. Robby beranjak pergi dari tubuh Wulan dalam waktu lima menit dan kemudian tergeletak lelah di samping kami. Doni meminta saya untuk memulai giliran kedua. Aku naik ke Vagina Wulan. Aku melihat sperma Robby mengalir ke luar dari mulut vagina Wulan secara tidak sengaja. Warnanya berwarna putih kemerahan. Sepertinya bercak-bercak merah itu berasal dari darah hymen, atau selaput dara, Wulan yang robek. Aku dapat memasukkan penis saya ke vaginanya dengan mudah. Sungguh menyenangkan. Licin dan hangat dicampur. Aku dengan cepat mengocok penisku maju dan mundur. Saya memeluk tubuh Wulan.

Dadaku bersentuhan dengan puasanya. Aku melumat bibir Wulan dengan ganas. Saya menarik Doni dan Robby dari jarak dekat. Setelah beberapa menit, aku merasakan denyut-denyut dan ketegangan di penisku. Tidak ada gunanya mencoba menahan ejakulasi saya. Di dalam vagina Wulan, spermaku keluar dengan banyak. Sampai Wulan tidak dapat bernafas, aku peluk erat tubuhnya.

Setelah puas, aku memberi Doni giliran lagi, dan aku duduk di samping Robby dan melihat Doni dengan sangat bernafsu menikmati tubuh Wulan. Kurebahkan tubuhku telentang dan memandangi langit yang semakin gelap karena lelah.

Doni mengeluarkan spermanya di dalam vagina beberapa menit kemudian. Robby ternyata bersemangat lagi setelah Doni puas. Dia mendekatinya, tetapi kali ini dia membalikkan Wulan hingga tengkurap. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi dengannya.

Robby ternyata ingin melakukan hubungan seksual anal. Saat penis Robby masuk ke anusnya, Wulan berteriak. Robby semakin gila mendengar itu. Dengan menjambak rambut Wulan ke belakang, dia membuat muka Wulan menengadah. Doni dengan sigap mendekati tubuh Wulan. Doni meremas buah dada Wulan dengan kasar. Robby dan Doni tidak mendengar apa yang dikatakan Wulan, “Aduhh.., sudah dong Ro.., ampun.., sakit Rob.”

Robby teriak ketika dia melihat lubang dubur Wulan yang lebih kecil daripada vaginanya. Setiap kali Robby menarik penisnya, dubur Wulan monyong. Sebaliknya, saat Robby menusukkan penisnya, dubur Wulan menjadi kempot. Robby kemudian mengalami orgasme kedua. Doni kemudian menyodomi Wulan setelah puas. Setelah melihat itu, saya juga merasa kasihan pada Wulan. Aku bisa melihat penderitaan yang sangat berat di matanya, tetapi saya juga bisa melihat sisa-sisa keberanian yang dia tunjukkan selama perlakuan ini.

Robby dan Doni menyuruhku menikmati tubuh Wulan setelah Doni puas. Namun, saya merasa sedih secara tiba-tiba. Aku menyatakan bahwa hari sudah menjelang gelap dan saya sangat lelah. Kami setuju untuk kembali ke kamp. Robby dan Doni langsung berpakaian dan pergi sambil mengangkat kayu bakar. Dengan tertatih-tatih, Wulan mengambil celana dalam dan jeansnya dan mengenakannya. Wulan hanya menggeleng saat aku bertanya apakah dia mau mandi dulu. Matanya yang berkaca-kaca masih terlihat jelas di bawah keremangan senja. Aku ambil T-Shirtnya, yang basah, dan mengepak-ngepakkannya agar kering, lalu aku berikan BH-nya. Robby dan Doni menunggu kami di tebing. Setelah Wulan dan aku berpakaian lengkap, kami berangkat meninggalkan lokasi itu. Saya dan Wulan berjalan tujuh meter di depan Robby dan Doni.

Di kamp, Fadli dan Lia menunggu kami dengan cemas, jadi kami menulis cerita untuk mencegah orang lain mengetahuinya. Fadli dan Lia untungnya yakin, dan Wulan hanya diam saja.

Kami melewati tahun baru dengan sedih pada tengah malam saat orang lain merayakannya. Tidak ada banyak kegembiraan saat itu. Kami lebih banyak diam saat Fadli bermain gitar untuk mengganggu malam.

Kami memberi tahu Wulan bahwa dia harus segera pulang esok pagi, dan kami segera membongkar tenda. Wulan merahasiakan peristiwa ini saat dia tiba di kota kami. Namun, Wulan menghubungiku tiga bulan kemudian dan meminta agar saya bertanggung jawab atas kehamilannya. Saya sempat terkejut karena anak yang dikandungnya mungkin bukan anakku. Namun, raut wajahnya yang menakjubkan membuatku sedih dan memutuskan untuk menikahinya.

Kami resmi menikah satu bulan kemudian. Wulan meminta agar saya pergi dari kota ini dan mencari pekerjaan di tempat lain. “Anak kami” sekarang dapat berjalan. Itu lucu. Mata ibunya sama cantiknya. Ada saat-saat ketika saya bertanya-tanya tentang identitas “anak kami”. Namun, aku menguburnya dalam-dalam setelah itu. Saya takut bahwa kebahagiaan rumah tangga kami akan hancur jika kenyataannya buruk.

Kami menikmati pergantian tahun baru di rumah kami sendiri pada akhir Desember 1997. Kenangan buruknya dihidupkan kembali oleh peristiwa ini. Matanya penuh dengan kaca. Saya memeluknya erat dan membelai rambutnya. Dia mengatakan kepadaku dalam dekapanku beberapa menit kemudian bahwa dia sebenarnya sudah jatuh cinta padaku sebelum peristiwa itu terjadi. Karena dia ingin lebih dekat denganku, dia ikut mencari kayu bakar.

Ya Tuhan, aku menyesal. Aku sangat berduka atas pengakuan ini.